Sabtu, 22 September 2018

Habib Jindan - Do'a Pasti Terkabul

Habib Jindan - Do'a Pasti Terkabul

Banyak sekali orang yang merasa bahwa Do'anya tidak dikabulkan. Semua Do'a pasti dikabulkan. Anda adalah yang berdo'a dan bentuk pengabulannya bukan dengan cara manusia, tapi dengan caranya Allah subhanahu wata'aala.

Berdo'apun tidak perlu detail, namun bersifat Global. Habib Abdullah bin Haddad menceritakan ada seorang hamba yang berdo'a "Ya Allah hamba ingin makan dua kali sehari." Akhirnya hamba tersebut kena kasus sehingga masuk penjara, dan masuk penjara sehingga bisa makan dua kali sehari.

Habib Abdullah bin Haddad berkata "Jika ingin berdo'a kasih embel-embel, dengan 'aafiyah, cara yang terbaik, terbagus dan tidak sampai masuk penjara."


Lihat Juga :

Keyword : nama istri habib jindan, nama anak habib jindan, habib jindan ahok, habib jindan perindo, habib jindan dan habib rizieq, habib jindan youtube, istri habib jindan bin novel, keluarga habib jindan bin novel

MasyaAllah, TGB Menyejukan Dalam Acara QNA Metro TV #TanyaTuanGuru

MasyaAllah, TGB Menyejukan Dalam Acara QNA Metro TV #TanyaTuanGuru


Jika berbicara tentang TGB atau Tuan Guru Bajang M. Zainul Majdi, maka kita akan berpikir tentang Akhlaq beliau yang sangat luar biasa. Bicara santun dan menyejukan membuat beliau terkenal dengan kelembutannya. Diksi yang tidak mempropokasi membuat Ia sangat dihormati meski banyak yang mencaci maki beliau.

Sungguh luar biasa sosok beliau. Sangat menginspirasi dan pastinya menjadi panutan di daerah NTB dan juga Organisasi Masyarakat Nahdlatul Wathon (NW) yang dimana kakek beliau, Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah pendiri Nahdlatul Wathon yang sudah dijadikan sebagai Pahlawan dari NTB.




Dalam Video tersebut, TGB M Zainul Majdi menyampaikan pendapat soal beliau mendukung Jokowi 2 Periode dengan ketegangan Ulama yang berada di Kubu Prabowo dan kini beliau ada di bagian pendukung Jokowi. Beliau berbicara tentang Ulama dan Hulama, yaitu Akhlak atau Adab-adab dalam Islam.

Lihat Juga :

Keyword : tgb adalah, tgb siapa, tgb wikipedia, tgb zainul majdi, istri tgb, profil tgb, tgb cerai, berita tgb terbaru, tgb adalah, tgb siapa, tgb wikipedia, tgb zainul majdi, istri tgb, profil tgb, tgb cerai, berita tgb terbaru, tgb adalah, tgb siapa, tgb wikipedia, tgb zainul majdi, istri tgb, profil tgb, tgb cerai, berita tgb terbaru

3 Makna Cinta Menurut Al-Qur'an

3 Makna Cinta Menurut Al-Qur'an

Dewasa ini, manusia mana yang tidak mengenal cinta? Setiap manusia yang berada di muka bumi ini, pasti mengenalnya, karena cinta adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan. Bahkan, cinta mempunyai makna yang berbeda-beda sesuai sudut pandangnya.

Ahli psikologi misalnya, memaknai cinta sebagai proses aktualisasi diri yang dapat membuat orang melahirkan beragam tindakan kreatif dan produktif. Sedangkan ahli sosiologi memaknai cinta sebagai interaksi antara laki-laki dan perempuan tanpa memandang status sosial. Lantas bagaimana dengan makna cinta dalam Al-Qur’an?

Lihat Juga : 3 Pendapat Ulama tentang Hukum Sunat Bagi Perempuan

Di dalam Al-Qur’an, cinta diistilahkan dengan kata Hubb yang berasal dari bahasa Arab, habba yuhibbu berarti suka, cinta, senang. Hubb sering diartikan menyukai sesuatu secara mendalam serta enggan kehilangan apa yang disukainya. Hubb juga sering diartikan cinta yang memiliki ketertarikan kuat terhadap sesuatu.

Pada perkembangannya, kata hubb mempunyai berbagai bentuk derivasi, di antaranya: hibbu (حِبّ) berarti orang yang bergembira atas cintanya, habab (حَبَب), berarti gigi yang tersusun rapi sebagai perumpaan cinta, istihbab (استحباب) berarti mencari dan memilih seseorang dengan melihat hal yang bisa mengantarkan pada rasa cintanya, hubab (حُباب) berarti gelombang air sebagai perumpamaan cinta.

Dr. Mahmud bin As-Syarif memaknai cinta sebagai ekspresi dari perasaan hati yang bergelombang, cinta adalah sebuah term yang berarti gejolak perasaan yang menggerola tatkala disaput oleh kerinduan, serta hasrat yang kuat untuk berjumpa dengan sang kekasih tersayang.

Cinta dalam pandangan al-Raghib al-Ashfahani adalah menginginkan sesuatu yang dilihat atau disangkanya baik. Dalam bahasa lain, cinta terhadap kenikmatan, sebagaimana memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan dalam (Q.S al-insan : 8), cinta terhadap kemanfaatan, sebagaimana pertolongan Allah serta kemenangan yang dekat dalam (Q.S ash-shaf : 13), dan cinta terhadap keutamaan, sebagaimana sebagian ahli ilmu mencintai sebagian yang lain karena mempunyai kelebihan dalam hal ilmu.

Lihat Juga : Manfaat Besar Menikah Muda, Jadi Tak Perlu Takut

Kata hubb dalam Al-Qur’an setidaknya terulang sebanyak 62 kali dengan bentuk dan makna yang berbeda. Secara keseluruhan, kata hubb lebih sering diartikan cinta. Akan tetapi, al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya, al-Mufradat fi Gharib al-Quran, berpandangan bahwa kata hubb memiliki tiga ragam makna.

Pertama, Hubb bermakna iradah (sebuah keinginan), sebagaimana firman-Nya :

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

“janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya, di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S At-Taubah : 108)

Kata hubb pada ayat tersebut mempunyai makna yang lebih baligh (sampai) dari pada kata iradah. Cinta bukan hanya sekedar keinginan, cinta lebih dari lebih sekedar ingin. Mungkin benar jika setiap cinta (mencintai) adalah keinginan, namun tidak setiap keinginan itu termasuk cinta.

Kedua, hubb bermakna rasa suka yang melalaikan, sebagaimana dalam firman-Nya :

فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّىٰ تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ

“Maka ia berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan“. (Q.S Shaad : 32)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman sangat suka menyaksikan kuda-kuda yang bagus, tenang dan tangkas, sampai-sampai kesukaan beliau membuatnya melalaikan Allah swt.

Ketiga, hubb bermakna menyukai orang yang taat, sebagaimana dalam firman-Nya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S Ali Imran : 159)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menyukai orang yang taat. Taat dalam arti orang yang bertawakal kepada Allah SWT.

Wallahu A’lam


Lihat Juga : 

Keyword :
ayat alquran tentang cinta sejati, ayat alquran tentang cinta kepada seseorang, ayat alquran tentang jatuh cinta, ayat alquran tentang cinta kepada allah, ayat alquran tentang cinta dan jodoh, ayat alquran tentang cinta sesama manusia, dalil tentang cinta dan kasih sayang, ayat alquran tentang cinta kepada wanita

Jumat, 21 September 2018

3 Pendapat Ulama tentang Hukum Sunat Bagi Perempuan

3 Pendapat Ulama tentang Hukum Sunat Bagi Perempuan

Dalam menyikapi banyak pertanyaan tentang bagaimana hukum seorang wanita/ anak perempuan di Sunat (khitan), kami berikan artikel tentang 3 Pendapat Ulama tentang Hukum Sunat Bagi Perempuan.

Berikut adalah sebuah pertanyaan dan jawaban dari RumahFiqih.Com

Pertanyaan : Ass. wr. wb.Saya baru saja membaca berita di salah satu media di Internet, yang menuliskan tentang pernyataan seorang pejabat negara, beliau mengatakan bahwa sunnat perempuan merupakan kebudayaan Mesir. Itupun tidak semua orang Mesir melakukannya karena mengganggu fungsi seksualitas. Beliau mengatakan itu sebagai bentuk mutilasi lokal dan bukan berasal dari ajaran Islam seperti sunatnya laki-laki. Saya ingin menanyakan sebenarnya adakah sunat bagi perempuan dalam ajaran Islam dan bagaimana hukumnya?
Terima kasih atas jawabannya.Wassalam,

Jawaban : 
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh, 

Khitan buat perempuan dalam syariat Islam memang tidak seperti khitan buat anak laki-laki. Khitan untuk anak laki-laki terkait dengan masalah kesucian dari najis. Sedangkan untuk anak perempuan tidak ada kaitannya. Sehingga pelaksanaannya diserahkan kepada adat dan kebiasaan yang berlaku di suatu negeri.

Dan kalau kita mau telusuri lebih jauh, memang para ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan untuk wanita:

1. Pendapat Pertama

Khitan Hukumnya sunnah bukan wajib. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi (lihat Hasyiah Ibnu Abidin: 5-479;al-Ikhtiyar 4-167), mazhab Maliki (lihat As-syarhu As-shaghir 2-151) dan Syafi`i dalam riwayat yang syaz (lihat Al-Majmu` 1-300).

Menurut pandangan mereka khitan itu hukumnya hanya sunnah bukan wajib, namun merupakan fithrah dan syiar Islam. Bila seandainya seluruh penduduk negeri sepakat untuk tidak melakukan khitan, maka negara berhak untuk memerangi mereka sebagaimana hukumnya bila seluruh penduduk negeri tidak melaksanakan azan dalam shalat.

Khusus masalah mengkhitan anak wanita, mereka memandang bahwa hukumnya mandub (sunnah), yaitu menurut mazhab Maliki, mazhab Hanafi dan Hanbali.

Dalil yang mereka gunakan adalah hadits Ibnu Abbas marfu` kepada Rasulullah SAW,

`Khitan itu sunnah buat laki-laki dan memuliakan buat wanita.` (HR Ahmad dan Baihaqi).

Selain itu mereka juga berdalil bahwa khitan itu hukumnya sunnah bukan wajib karena disebutkan dalam hadits bahwa khitan itu bagian dari fithrah dan disejajarkan dengan istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. Padahal semua itu hukumnya sunnah, karena itu khitan pun sunnah pula hukumnya.

Lihat Juga : Apa Status Anak Dari Hasil Nikah Mut’ah.?

2. Pendapat Kedua

Khitan itu hukumnya wajib bukan sunnah, pendapat ini didukung oleh mazhab Syafi`i (lihat almajmu` 1-284/285; almuntaqa 7-232), mazhab Hanbali (lihat Kasysyaf Al-Qanna` 1-80 dan al-Inshaaf 1-123).

Mereka mengatakan bahwa hukum khitan itu wajib baik baik laki-laki maupun bagi wanita. Dalil yang mereka gunakan adalah ayat Al-Quran dan sunnah:

`Kemudian kami wahyukan kepadamu untuk mengikuti millah Ibrahim yang lurus` (QS. An-Nahl: 123).

Dan hadits dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

`Nabi Ibrahim as berkhitan saat berusia 80 dengan kapak` (HR Bukhari dan muslim).

Kita diperintah untuk mengikuti millah Ibrahim as. karena merupakan bagian dari syariat kita juga`.

Dan juga hadits yang berbunyi,

`Potonglah rambut kufur darimu dan berkhitanlah` (HR As-Syafi`i dalam kitab Al-Umm yang aslinya dri hadits Aisyah riwayat Muslim).

Lihat Juga : Apa Hukum Cadar Dalam Islam Menurut Pendapat 4 Madzhab.?

3. Pendapat Ketiga

Wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita. Pendapat ini dipengang oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, yaitu khitan itu wajib bagi laki-laki dan mulia bagi wanita tapi tidak wajib. (lihat Al-Mughni 1-85).

Di antara dalil tentang khitan bagi wanita adalah sebuah hadits meski tidak sampai derajat shahih bahwa Rasulullah SAW pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi sebagai pengkhitan anak wanita. Rasulullah SAW bersabda,:
`Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami. 

Jadi untuk wanita dianjurkan hanya memotong sedikit saja dan tidak sampai kepada pangkalnya. Namun tidak seperti laki-laki yang memang memiliki alasan yang jelas untuk berkhitan dari sisi kesucian dan kebersihan, khitan bagi wanita lebih kepada sifat pemuliaan semata. Hadits yang kita miliki pun tidak secara tegas memerintahkan untuk melakukannya, hanya mengakui adanya budaya seperti itu dan memberikan petunjuk tentang cara yang dianjurkan dalam mengkhitan wanita.

Sehingga para ulama pun berpendapat bahwa hal itu sebaiknya diserahkan kepada budaya tiap negeri, apakah mereka memang melakukan khitan pada wanita atau tidak. Bila budaya di negeri itu biasa melakukannya, maka ada baiknya untuk mengikutinya. Namun biasanya khitan wanita itu dilakukan saat mereka masih kecil.

Sedangkan khitan untuk wanita yang sudah dewasa, akan menjadi masalah tersendiri karena sejak awal tidak ada alasan yang terlalu kuat untuk melakukanya. Berbeda dengan laki-laki yang menjalankan khitan karena ada alasan masalah kesucian dari sisa air kencing yang merupakan najis. Sehingga sudah dewasa, khitan menjadi penting dilakukan.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Lihat Juga :

Keyword : khitan wanita, cara khitan anak perempuan, sunat bayi perempuan menurut mui, sunat perempuan menurut kesehatan, haruskah bayi perempuan disunat menurut islam, umur berapa bayi perempuan disunat menurut islam, sunat wanita mualaf, perlukah bayi perempuan disunat, sunat perempuan menurut kesehatan, sunat bayi perempuan menurut mui, cara khitan anak perempuan, haruskah bayi perempuan disunat menurut islam, umur berapa bayi perempuan disunat menurut islam, sunat wanita mualaf, perlukah bayi perempuan disunat, khitan perempuan rumaysho

Senin, 17 September 2018

NU dan Muhammadiyah - KH. Hasyim Muzadi

NU dan Muhammadiyah - KH. Hasyim Muzadi

Di emperan masjid selepas sembahyang Maghrib, Julkipli menghampiri teman ngopinya, Durakim. Belum sempurna Durakim menyandarkan punggung ke tembok, pertanyaan berat disodorkan kepada dirinya.

"Dur, bagaimana pandangan Islam tentang Indonesia yang memilih bentuk negara Pancasila, bukan negara Islam?"

"Menurut siapa dulu: NU atau Muhammadiyah?"

"NU, deh."

"Hukumnya boleh. Karena bentuk negara itu hanya wasilah, perantara. Bukan ghayah, tujuan."

"Kalau menurut Muhammadiyah?"

"Sama."

Julkipli melempar pertanyaan berikutnya, "Kalau melawan Pancasila, boleh tidak? Kan bukan Al-Qur'an?"

"Menurut NU atau Muhammadiyah?"

"Muhammadiyah, coba."

"Tidak boleh. Pancasila itu bagian dari kesepakatan, perjanjian. Islam mengecam keras perusak janji," jawab Durakim.

"Kalau menurut NU?"

"Sama."

Sampai di sini, Julkipli mulai jengkel. Ia merasa dikerjain Durakim. Jawaban menurut NU dan Muhammadiuah kok selalu 'sama'. Asem betul kawan satu ini.

"Kamu gimana sih, Dur. Kalau memang pandangan NU dan Muhammadiyah sama, ngapain kamu suruh aku milih 'menurut NU atau Muhammadiyah'?"

"Ya... kita harus dudukkan perkara pemikiran organisasi para ulama itu dengan benar, Jul. Nggak boleh serampangan."

"Serampangan bagaimana?" sahut Julkipli.

"Kalau Muhammadiyah itu kan ajarannya memang merujuk ke Rasulullah." Durakim membetulkan kopiahnya

"Lha, kalau NU?"

"Sama."

sumber : nu.or.id

Lihat Juga :

Keyword :
perbedaan sholat nu dan muhammadiyah, sejarah nu dan muhammadiyah, nu muhammadiyah mana yang benar, debat nu muhammadiyah, cara menyikapi perbedaan nu dan muhammadiyah, nahdlatul ulama, nu dan muhammadiyah, nu dan muhammadiyah, nu dan muhammadiyah,

Strategi Dakwah Sunan Kali Jaga - Dr. H. Fachrudin Faiz


Sunan Kalijaga bisa dikatakan salah satu tokoh sentral dalam proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Pendekatannya unik. Sunan Kalijaga yang melihat keadaan masyarakat Jawa pada waktu itu, di mana masyarakatnya masih kental dengan tradisi Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan lama melakukan pendekatan seni dan budaya. Dia mencoba menyerap budaya dan tradisi yang sudah ada untuk menyebarkan ajaran-ajarannya. Dia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, memasuki daerah-daerah terpencil.

Sunan Kalijaga melakukan penyebaran Islam dengan cara yang up todate, nut jaman kelakone (menurut semangat zaman). Ia mempergunakan falsafah empan papan atau local setting, di mana bumi dipijak, di situ adat dijunjung. Sunan Kalijaga memperkenalkan Islam selapis demi selapis melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal (local wisdoms) Jawa, yang waktu itu masih didominasi oleh agama Syiwa-Buddha. Beliau tidak sekaligus memperkenalkan Islam secara frontal, melainkan dengan memadukan istilah-istilah Islam dengan istilah-istilah dalam agama yang masih berlaku. Hasilnya, Islam diadopsi orang Jawa secara damai, tanpa kekerasan dan perang yang memakan korban jiwa, dan harta benda serta trauma. Kanjeng Sunan Kalijaga berdakwah dengan style mengecam dan membuang nilai-nilai agama dan kepercayaan lama masyarakat, terutama yang sudah menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Beliau menyusupkan nilai-nilai baru ke dalam agama, kepercayaan, tata cara, dan adat kebiasaan hidup yang sudah ada sebelumnya. Nilai-nilai lama dibungkus selapis demi selapis, digeser sedikit demi sedikit. Dengan metode dakwah yang seperti itulah, maka Nusantara, khususnya pulau Jawa, diislamkan, sehingga sekarang menjadi negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia. 

Sebagai ulama, budayawan, dan sekaligus seniman, Sunan Kalijaga menciptakan banyak karya seni, di mana itu menggambarkan pendiriannya. Dia menciptakan dua perangkat gamelan,yang semula bernama Nagawilaga dan Guntur Madu, kemudian dikenal dengan nama Nyai Sekati (lambang dua kalimat syahadat). Wayang, yang pada zaman Majapahit dilukis di atas kertas lebar sehingga disebut wayang beber, oleh Sunan Kalijaga dijadikan satu-satu, dibuat dari kulit kambing, yang sekarang dikenal dengan nama wayang kulit. Banyak lakon-lakon yang digubah untuk kepentingan ini. Di  antaranya yang terkenal adalah lakon Jimat Kalimasada, Dewa Ruci, dan Petruk Dadi Ratu.

Banyak teori yang menyatakan mudahnya orang  Jawa masuk agama Islam. Antara lain, karena Islam tidak mengenal kasta, tidak seperti agama yang mereka anut sebelumnya. Beberapa bentuk seni budaya diadopsi dan disinergikan dengan seni budaya yang berasal dan bernuansa Arab, tempat asal Islam. Pendekatan budaya yang dilakukan Njeng Sunan Kali dalam memperkenalkan Islam ibarat menyebar biji di tanah yang subur.

Ketika masyarakat Jawa sedang mengalami zaman peralihan, dari Kerajaan Majapahit ke Kesultanan Demak. Demikian pula dalam hal agama dan kepercayaan. Mereka menganut agama Hindu-Buddha atau  Syiwa-Buddha, Kapitayan, dan percaya bahkan banyak yang memuja roh-roh halus. Mereka juga sangat memercayai hal-hal gaib dan mistis, serta mengaitkan hampir semua aspek kehidupan dengan hal tersebut. Dalam suasana kehidupan yang seperti itulah agama Islam diperkenalkan oleh para pendakwah, yang kemudian dikenal sebagai para wali, dan diberi sebutan atau nama panggilan “Sunan”. Dua dari para wali itu adalah Sunan Bonang dan muridnya, Sunan Kalijaga. Mereka dikenang masyarakat sampai sekarang karena jago berdakwah menggunakan media kesenian, terutama musik tradisional gamelan berserta tembang-tembang Jawa dan wayang. 

Salah satu dari tembang tadi adalah sebuah tembang suluk atau tembang dakwah Islam, yang dikenal dengan tiga nama, yaitu Kidung Kawedar atau Kidung Rumekso Ing Wengi, atau juga Kidung Sariro Ayu. Kepada masyarakat yang sangat memercayai hal-hal gaib dan mistis, Sunan Kalijaga menciptakan Suluk Kidung Kawedar yang didendangkan dengan irama Dhandanggula bernuansa meditatif-kontemplatif. Dikemas dan diberi sugesti sebagai mantra sakti, guna mengatasi segala problem kehidupan masyarakat sehari-hari. Beliau tidak sekaligus memperkenalkan Islam secara frontal, melainkan dengan memadukan istilah-istilah Islam dengan istilah-istilah dalam agama yang masih berlaku. Hasilnya, Islam diadopsi orang Jawa secara damai, tanpa kekerasan dan perang yang memakan korban jiwa dan harta benda serta trauma.

Suluk Kidung Kawedar, yang terdiri dari 46 pupuh atau bait ini dikenal memiliki berapa nama lain, yaitu Kidung Sarira Ayu, sesuai dengan bunyi teks dalam bait ketiga, dan Kidung Rumekso Ing Wengi, sesuai bunyi teks di awal kidung, sebagaimana kita lazim menyebut Al-Ikhlâsh dengan nama Surat Qulhu, atau Surat Al-Insyirâh dengan sebutan Surat Alam Nasyrah. Kidung Kawedar adalah sebuah kidung pujian dalam bentuk puisi Jawa, yang pengungkapannya dilakukan dengan menyanyi, yang disebut sebagai macapat, dalam irama Dhandanggula. Macapat sebagai metrum atau irama puisi Jawa, berasal dari kata maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu cara membacanya berirama dalam setiap empat suku kata.

Bait pertama menggambarkan kehebatan tembang pujian, yang enak didengar sekaligus sakti mandraguna ini. Kidung ini mampu menjaga kita di malam hari, melindungi kita dari segala macam penyakit dan hal-hal buruk, melindungi dari gangguan jin dan setan, menangkal ilmu hitam dan segala hal buruk yang bisa mencelakai kita, sampai-sampai diibaratkan dapat mengubah api yang panas menjadi air nan sejuk bila menghampiri kita, seperti kisah Kanjeng Nabi Ibrahim ketika dibakar. Para pencuri menjauh, tidak ada yang berani mengganggu diri dan hak milik kita. Dengan piawinya, Njeng Sunan Kali meramu Kidung Kawedar dengan pembukaan yang pas untuk semua orang di setiap jaman, lebih-lebih waktu itu, yakni keselamatan. Islam sendiri bermakna selamat dan pasrah kepada kehendak Allah. Kidung itu dibuka dengan kata-kata yang bermakna mistis, magis untuk menolak bala: penyakit, bencana dan gangguan makhluk halus. Guna-guna, tenung, teluh, santet, niat jahat, pencuri, binatang buas, senjata tajam, kayu dan tanah wingit dan hama penyakit semuanya menyingkir, tidak mempan. Perawan tua dapat segera dapat jodoh dan orang gila dapat sembuh.Semua musuh menjadi sayang, jatuh cinta kepada membaca kidung ini.

Bait kedua masih menggambarkan kehebatan kidung mantera ini. Hama dan penyakit menyingkir. Siapa pun makhluk Allah yang melihat kita menjadi iba dan menaruh kasih sayang. Pun segala ilmu kesaktian, tiada yang bisa mencelakai kita, lantaran akan menjadi bagai kapuk yang sangat ringan lagi lembut, jatuh ke atas besi nan keras lagi kuat. Semua racun menjadi tawar, semua binatang buas menjadi jinak. Segala jenis tumbuh-tumbuhan, pohon, kayu, tanah sangar atau angker serta sarang-sarang binatang yang dilindungi aura gaib, tiada yang perlu ditakuti lagi.

Bait ketiga masih diawali dengan pameran kekuatan gaib sang kidung yang luar biasa, seolah bisa membuat air lautan menjadi asat atau mengering. Dilanjutkan dengan iming-iming, pesona gambaran kehidupan serba nyaman dan selamat sejahtera. Kepada masyarakat Jawa, yang percaya adanya para dewa dengan para bidadarinya, Sunan Kalijaga mulai memasukkan daya tarik dan istilah-istilah baru secara lepas-lepas, yakni butir-butir ajaran Islam. 

Siapa yang membaca kidung ini akan dijaga oleh para malaikat dan rasul, yang bahkan telah menyatu pada diri kita. Semua “manunggal”, menyatu dalam dirinya. Sejumlah nama nabi disebut: Adam sebagai hati, Syits sebagai otak, Musa sebagai ucapan, Isa sebagai nafas, Yakub sebagai telinga, Yusuf sebagai rupa, Daud sebagaisuara, Sulaiman sebagai kesaktian, Ibrahim sebagai nyawa, Idris sebagai rambut, Nuh di jantung, Yunus di otot dan Muhammad (saw) sebagai mata/penglihatan. Hal-hal baru itulah yang sesungguhnya menjadi inti kekuatan kidung mantera pujian ini. Sunan Kalijaga mulai memperkenalkan istilah dan nama-nama baru kepada masyarakat, yaitu malaikat, rasul, Adam, Syits dan Musa. Pengenalan istilah, tokoh, dan sejarah Islam tersebut dilanjutkan dalam bait keempat dan kelima, sekaligus menjelaskan hikmah dan karamahnya di dalam diri manusia, apabila mempercayai dan mampu menghayatinya. Sunan Kalijaga menceriterakan tentang sejarah Islam dan para nabi sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran, serta para sahabat dan keluarga Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Nama-nama mereka disebutkan seraya mengikuti pola pikir orang Jawa yang menyenangi cerita wayang, terutama tentang tokoh-tokoh sakti yang manjing, merasuk menyatu dalam jiwa raga seorang tokoh wayang yang lain, sehingga tokoh yang dirasuki menjadi sakti mandraguna. Disebut juga nama para sahabat dan keluarga Muhammad telah menyatu dalam dirinya. Patimah (Fatimah) putri Nabi Muhammad sebagai sumsum, Baginda Ngali (Ali) kulit, Abubakar darah, Ngumar (Umar) daging dan Ngusman (Usman) sebagai tulangnya.


Dalam Suluk Kidung Kawedar ini Sunan Kalijaga juga memperkenalkan beberapa surat dan ayat Al-Qur'an, yang dianggap ampuh. Di antaranya surat Al-Ikhlas, yang disebutnya Surat Kulhu, karena dibuka dengan Qulhu, surat An’Aam, yang disebut suratul Ngam Ngam. Maklum, orang Jawa dulu sulit mengucap bunyi huruf Arab ‘ain. Sehingga, ada orang Jawa yang namanya Sangidu (dari Sayyidu), Sangit (dari Sayyid),  Fatongah (dari Fathonah). Ayat Kursi yang dikenal luasampuh untuk mengusir segala macam godaan juga disebut. Kidung itu diyakini begitu ampuh, hingga jika dibaca di laut, air laut pun mengering (segara asat).Mungkin berlebihan. Tapi, itulah yang tertulis dan dipercaya banyak orang untuk mencapai keselamatan hidup.

Sunan Kali juga mengenalkan Allah, sebutan Tuhan dalam bahasa Arab, bahasa yang dipakai Al-Qur'an. Orang Jawa sebelummya sudah mempunyai beberapa sebutan untuk Tuhan, seperti Pangeran, Gusti Pangeran, Hyang Widhi Wasa, Hyang Kang Murbeng Dumadi, Gusti Kang Maha Kuwasa, Hyang Tunggal (nama dewa dalam pewayangan), Hyang Suksma Kawekas dan setelah Islam masuk, yang sering digunakan adalah Gusti Allah. Beberapa sebutan itu dipakai Sunan Kali. Maksud dari berbagai sebutan nama Tuhan itu adalah sama, yakni Yang Satu, Yang Tunggal, Yang Maha Esa itu seperti disebut  dalam Suratul Kulhu. (Lebih lengkap soal Tafsir Suluk Kidung Kawedar bisa dipelajari dari buku Islam Mencintai Nusantara: Jalan Dakwah Sunan Kalijaga, karya: B. Wiwoho, terbitan Pustaka IIMaN, 2017).

Sangat menarik mendaras dan memahami Suluk Kidung Kawedar ini dalam bingkai besar pemahaman ulang atas upaya penerapan Islam dalam ruang budaya (dalam hal ini Jawa terutama) yang dilakukan oleh para wali, terutama Sunan Kalijaga. Hal ini menjadi sangat penting, setidaknya mengingat fakta bahwa semakin  ke sini semakin banyak generasi baru yang bukan saja tidak memahami bagaimana para pendahulu berjuang menerapkan Islam secara bertahap lewat jalur budaya; tapi bahkan lebih jauh lagi, malah menganggap para pendahulu tersebut seolah sebagai peletak dasar dari apa yang secara  tergesa mereka kategorikan sebagai kesyirikan atau, setidaknya tradisi bid’ah.

Inilah desain dakwah Islam yang rahmatan lil alamin. Ia mendatangi siapa saja dengan cinta dan kasih. Islam berhasil merasuk ke dalam jiwa manusia Nusantara, terutama Jawa, melalui jalur yang sangat lembut. Seyogyanya para pendakwah di zaman ini meniru “Jurus” Sunan Kalijaga dalam menanamkan Islam di dada orang Jawa; melalui taktik modifikasi budaya yang tak menyakiti siapapun—dengan mengajarkan tauhid sebagaimana isi dari Kidung Kawedar. Sudah seharusnyalah Islam berwajah ramah. Islam tidak berantitesa dengan kearifan lokal manapun. Islam justru menyempurnakannya. Islam akan merasuk paripurna dalam hati melalui jalan yang lembut penuh cinta, bukannya dengan teriakan kemarahan dan pedang yang terhunus. Inilah DNA Islam di Nusantara, memposisikan agama sebagai jembatan perekat, bukan penyekat berbagai kehidupan sosial dan budaya.




Lihat Juga : 
Apa Hukum Oral Sex Dalam Islam.? (menjilati klitoris istri)

Keyword :
keturunan sunan kalijaga, sunan kalijaga biografi, sejarah hidup sunan kalijaga, kesaktian sunan kalijaga, ajaran sunan kalijaga, wafatnya sunan kalijaga, biografi sunan kalijaga singkat, sunan kalijaga wikipedia, keturunan sunan kalijaga, sunan kalijaga biografi, sejarah hidup sunan kalijaga, kesaktian sunan kalijaga, ajaran sunan kalijaga, wafatnya sunan kalijaga, biografi sunan kalijaga singkat, sunan kalijaga wikipedia

source : antontasik.com