Jumat, 31 Maret 2017

Apakah Saya Anti Wahabi.?

Apakah Saya Anti Wahabi.?Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA.



Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 

Dewasa ini mulai bermunculan para aktifis dakwah dari kalangan anak muda yang cukup populer dan juga banyak diminati. Tentang perkara dakwah dalam hal FIQIH, kadang pula menimbulkan kontra diantara mereka, misalnya tentang ziarah Kubur, do'a Talqin, Yasiinan, dan lain sebagainya, dan juga tidak lepas dari perkataan "Bid'ah", "Kurafat", "Penyembah Kuburan" dan sebagainya.

Nah dalam hal ini, kita sering mendengar masyarakat yang menggunakan kata wahabi untuk menyebut sifat atau golongan mereka. Akan tetapi ketika ditelusuri bahwa Wahabi itu adalah nama sebuah golongan yang mengikuti ajaran Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Namun ketika kita mengklarifikasi hal tersebut karena keberatan untuk disebut sebagai orang ahli "Bid'ah", "Kurafat", "Penyembah Kuburan" kami pun sangat tidak setuju. Bahkan kita malah dituduh sebagai orang yang anti terhadap dakwah sunnah, anti dakwah tauhid dan anti wahabi.


Lalu, Apakah Saya Anti Wahabi.?

Apakah Saya Anti Wahabi.? | Ust Ahmad Sarwat, Lc., MA. (RUMAHFIQIH.COM)

Kalau anda adalah seorang yang membela dakwah dari Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maka sebaiknya kita melakukan salaman dulu. Ternyata kita adalah sama, sama-sama berdakwah dan juga mendukung dakwah yang beliau lakukan. Dan dakwah kita ini adalah sama dengan para tokoh dakwah dalam sejarah lainnya, yaitu mengajak orang untuk bisa menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya ajakan.

Tapi saran kami ialah, barangkali lebih baik jika kita tidak mengunakan istilah wahabi dan  jugaanti wahabi. Sebab titik pangkal dari permasalahannya bukanlah berada di sana, lagian kita ini tidaklah akan masuk surga hanya dengan menjadi salah seorang pendukung wahabi, dan orang pun tidak akan masuk neraka karena anti terhadap wahabi.

Karena Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri sebagai orang yang menggunakan nama ayahnya dipakai untuk istilah wahabi, justru ini tidak pernah mendakwahkan gerakan wahhabiyah. Yang beliau dakwahkan ialah hanya agama Islam. Beliau pun sama sekali tidak pernah mengajak kepada orang untuk menjadi wahabi.

Dakwah dari Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab ialah untuk memurnikan sisi aqidah umat. Tentu saja kita tahu bahwasannya keahlian beliau memang lebih pada sisi masalah TAUHID ini. Dan kita mengenal beliau bukanlah sebagai seorang ahli fiqih, ahli ushul atau  juga ahli hadits.

Beliau tidak mempunyai tulisan tentang hadits, atau juga fiqih dan juga tafsir, kecuali kitab kecil beberapa lembar yang memiliki judul kitabuttauhid. Dan didalam cabang ilmu tauhid, beliau memang seorang tokoh dan juga mempunyai karya besar. Namun bukan berarti seluruh persoalan dakwah hanya bertumpu kepada dirinya (Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhabdan seputar masalah persoalan tauhid saja.

Permasalahan Dakwah Bukan Hanya Urusan Syirik Saja
Kalau sekarang yang sedang kita ributkan ialah hanya berkutat di dalam masalah syirik saja, maka sebenarnya ada baiknya kita mendiskusikan lagi.

Benar sebetulnya bahwa masalah utama para nabi dan uga para rasul seputar masalah syirik, tapi juga harus diingatkan bahwasannya masalah mereka bukanlah hanya urusan syirik saja.

Mungkin masalah yang terbesar dari seorang Muhammad bin Abdul Wahhab yang ada di zamannya memang lebih dominan hal yang mungkin berbau syirik di kuburan, karena yang beliau lihat memanglah suatu hal-hal hanya demikian itu.

Terutama di daerah hijaz, di tempat yang di mana beliau hidup dan juga tinggal. Dari sejarah riwayat hidup beliau ini, kelihatannya memang beliau pun tidak pernah berjalan di muka bumi agar bisa melihat bagaimana keadaan umat Islam yang ada di berbagai peradaban lain. kita tidak memiliki catatan apakah beliau tidak pernah singgah ke daerah Afrika, Eropa atau bahkan juga ke Amerika. Tapi satu hal yang sangat pasti, beliau belum pernah datang ke Indonesia.

Sehingga secara logikanya sangatlah wajar sekali, kenapa seorang ulama selevel Muhammad bin Abdul Wahhab dikatakan hanya mendakwahkan mengurusi hal syirik kuburan saja. Alasan yang paling logisnya karena memang beliau pun hidup di wilayah yang tertentu, yang dimana masalah paling dominan memang itu masalah syirik. Dan pertimbangan lain, boleh jadi zaman di mana beliau hidup, yang urusan yang paling ramainya adalah seputar masalah itu.

Walau dalam periode dialog urusan dalam ilmu kalam sudahlah jauh terlewat. Beliau tidak lah hidup di zaman perdebatan sengit antara aliran Qadiriyah, Jabariyah, Mu'tazilah. Kecuali beliau juga mungkin bertemu dengan sisa-sisa dialog itu dalam porsi yang sudah berbeda.

Dan Muhammad bin Abdul Wahhab dalam masalah ini pun sama sekali tidak salah. Beliau juga memang hidup di zaman dan wilayah yang ketokohan dan juga keilmuwan seperti itu memanglah dibutuhkan.

Yang menjadi pertanyaan justru kita ini, yang tidaklah hidup sezaman dengan Muhammad bin Abdul Wahhab. Pertanyaannya, apakah isu-isu yang sudah diangkat oleh beliau itu masih relevan dengan kenyataan atau realitas yang terjadi di masa kita ini? Atau jangan-jangan, kita yang malah terperangkap dalam kerangka dan suasana pada zaman beliau?

Maka kita pun perlu lebih banyak untuk membaca dan melihat sebuah situasi, agar tidak kurang tajam dan dalam menangkap permasalahan yang bisa lebih up to date. Selain itu pun agar kita tidaklah terlalu jauh menggunakan sebuah logika yang terbalik-balik.

Dan agaknya kalau kita mulai memperhatikan permasalahan dan juga tema dakwah pada hari ini, rasanya masa-masa berdialog antara mazhab aqidah sama seperti yang kami sebutkan di atas telah lewat. Hari ini kita pun sudah tidak kenal lagi ada orang yang masih mendakwahkan ajaran Qadariyah, Jabariyah atau pun ajaran Mu'tazilah secara ekstrim dan dengan kekuatan yang besar. Paling-paling hanyalah sekedar satu dua mahasiswa yang usil yang berani mengangkat tema seperti itu di ruang kuliah.

Masa-masa dalam perdebatan ilmu kalam sebenarnya sudahlah jauh berlalu. Persoalan umat Islam sebenarnya sudah jauh berganti. Dunia Islam di abad ke-20 mengalami masalah yang sangat jauh berbeda. Misalnya, masalah kolonialisme yang hingga saat ini dampaknya masih cukup terasa. Atau mengalami sebuah kemunduran dari segi ilmu pengetahuan dan juga teknologi. Juga mengalami sebuah kebangkrutan dari sisi ekonomi sehingga ada banyak berjuta umat Islam yang hidup di bawah standar kemiskinan.

Dan seribu satu persoalan pelik lainnya, seperti penerapan bab syariah Islam di dalam negara-negara yang bermayoritas ber kependudukan muslim.

Dakwah Para Nabi Bukan Hanya Urusan Syirik Saja

Kalau kita membaca sejarah para nabi dan juga para rasul, baik lewat Al-Quran maupun dari Al-Hadits, sebenarnya agaklah kurang tepat jikalau kita bilang bahwa kendala para nabi dan juga rasul hanyalah kendala syirik atau kuburan saja.

Malah tidak ada satu pun ayat dari Quran yang bicara tentang syirik sebuah kuburan. Tema tentang tauhid dan juga syirik memang banyak dibahas di dalam Al-Quran dan Hadit's, tapi kita malah tidak pernah membaca ayat yang menghantam urusan menyembah kuburan.

Ketika kami dahulu kuliah di Universtias Islam Muhammad Ibnu Su'ud, milik Kerajaan Saudi Arabia, bukan di Al-Ahzar Mesir, ilmu-ilmu dari keIslaman yang diajarkan pun juga bukan hanya berkutat tentang masalah kuburan dan juga tentang syirik saja. Dan sepanjang yang kami ketahui, tidak pernah ada yang namanya sebuah Fakultas Ilmu Syirik dan juga Kuburan.

Mungkin karena sebuah dakwah agama ini juga tidak hanya bukan urusan itu saja. Bukankah kita telah mengenal ada ayat tentang bab warisan, bahkan sampai Rasulullah SAW memerintahkan secara khusus kita untuk belajar warisan. Apakah ada kaitannya warisan dengan bab syirik kuburan?

Di dalam Al-Quran ada sekian banyak ayat yang menyebutkan hewan yang hukumnya haram untuk dimakan, juga bernajis dan berbagai hal terkait dengan bab hukum hudud, seperti merajam para pezina, memotong tangan para pencuri, membunuh pembunuh dan juga seterusnya. Jadi misi para nabi ini memang bukan hanya tentang urusan syirik, tapi yang lebih luas dan juga panjang dari itu, adalah bagaimana cara menjalankan syariah yang Allah perintahkan.

Perbedaan Pendapat
Kalau kita pernah kuliah di fakultas Syariah jurusan Perbandingan Mazhab, maka kita akan mengetahui bahwa yang namanya sebuah perbedaan pendapat itu mustahil untuk dipungkiri, apalagi untuk dibasmi.

Dahulu Imam Malik pernah untuk diminta kesediaannya agar kitabnya, Al-Muwattha' dijadikan sebuah kitab fiqih standar sebuah negara. Beliau dengan amat cukup santun dan juga tawadhdhu'nya menolak itu semua dengan halus. Sebab beliau amat bisa menghargai perbedaan pendapat di kalangan para Alim ulama.

Kalau kitabnya itu dijadikan sebuah hukum standar negara, maka akan terjadi sebuah pemaksaan pendapat, padalah tidaklah muncul sebuah perbedaan pendapat itu kecuali karena memang dari nash-nash Quran dan Sunnah memberikan sebuah peluang untuk hal itu.

Maka seorang ahli syariah tentunya sudah mempunyai wawasan yang cukup tentang sebuah perbedaan pendapat dalam urusan fiqih. Mulai dari cara ber wudhu' hingga cara mati, semua penuh dengan sebuah perbedaan pandangan dari kalangan ulama ahli syari'ah.

Jadi alangkah kita tidak memiliki wawasan yang sempit dan juga picik dalam melihat fenomena ini, Perbedaan pandangan fiqih yang ada dalilnya saja masih bisa menyisakan beda pendapat, apalagi dalam masalah teknis dalam berdakwah yang kebanyakan selalu improvisasi dan juga kental dengan perbedaan latar belakang, tentu akan membuat semakin tajam lagi perbedaannya.

Kami cenderung untuk tidak mudah menyalahkan niat baik seseorang dalam berdakwah. Maka kalau ada orang mau dakwah lewat seni, kami cenderung untuk tidak lantas mudahmemaki-makinya. Kalau ada yang kurang tepat, kita luruskan saja baik-baik. Dan meluruskan dengan baik-baik itu kan juga perintah Rasulullah SAW juga, bukan?

Dan kalau ada orang mau dakwah lewat partai, kami cenderung juga tidak mudah untuk mencercanya. Dan memangnya kenapa harus dicerca? Kalau ada yang kurang sejalan, setidaknya sampaikan dengan cara yang elegan. Dan bukan lewat tikaman dari belakang yang bernuansa ngambek karena tidak dapat 'bagian'.

Rasanya terlalu sepi sebuah dakwah ini kalau berdakwah itu hanya khusus dimiliki majelis taklim saja. Apakah orang-orang itu tidak boleh mengajak kepada kebaikan dengan kapasitas dan caranya masing-masing?

Kalau ada masyarakat muslim yang ternyata sesat karena melakukan syirik, kami cenderung menganggap mereka adalah sebagai korban. Jadi kami lebih senang mendekati mereka dengan cara baik-baik dan bicara dari hati ke hari, bukan dengan cara dakwah mencaci maki atau memerangi mereka dengan kata yang kasar dan juga tajam.

Buat apa kita terlihat seperti gagah di podium, tapi orang malah menjadi semakin menjauh, dakwah kita malah tidak akan berhasil dengan cara yang seperti itu.

Maka saudaraku, mari kita mengajak orang untuk belajar agama ini secara lebih mendalam dan dengan cara yang baik-baik. Sekedar mencaci maki, itu belum pernah terbukti bisa melenyapkan syirik dari muka bumi. Percayalah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Lihat Juga :
Apakah Saya Anti Wahabi.?
Apa Hukum Menyolati Orang Yang Mati Bunuh Diri.?


Keyword :
wahabi, wahabi adalah, wahabi sesat, wahabi indonesia, wahabi di indonesia, wahabi pks, wahabi dan salafi, wahabi artinya, wahabi salafi, wahabiyah, wahabi adalah muhammadiyah, wahabi vs nu, wahabi adalah yahudi, wahabi apa, wahabi arab, wahabi aceh, wahabi aswaja, wahabi anti maulid, wahabi ahlussunnah wal jamaah, wahabi bumi datar, wahabi bukan ahlussunnah, wahabi bodoh, wahabi berbahaya, wahabi buatan yahudi, wahabi bandung, wahabi banjarmasin, wahabi basalamah, wahabi bukan salafi, wahabi benar, wahabi counter center, wahabi ciptaan yahudi, wahabi cingkrang, wahabi cak nun, wahabi ciptaan syiah, wahabi community, wahabi ciri, wahabi countries, wahabi conspiracy, wahabi celana cingkrang, wahabi dan syiah, wahabi dan sunni, wahabi dan nu, wahabi dan syiah sesat, wahabi dan aswaja, wahabi di aceh, wahabi di arab saudi, wahabi dan fpi, wahabi ekstrim
banner
Previous Post
Next Post

0 komentar: